Memaknai diri bersama IAKN Kupang sebagai “rumah kebersamaan” lintas suku, agama, ras dan kebudayaan, tentu suatu anugerah Allah yang sangat indah. IAKN kupang dengan segala harapan besar para pencintanya, sangat meyakinkan saya bahwa, IAKN Kupang mampu bersanding pada skala lokal, nasional, bahkan menuju antrian panjang kampus bergengsi dan bermartabat lingkup global.
Memang ketika menarasikan pencapaian pada skala global atau internasional, seringkali hal itu menjadi momok yang menakutkan, bahkan sering juga dikesankan sebagai harapan yang terlalu diawan awan, apalagi bagi IAKN Kupang yang notabene … beginilah atau begitulah… Tapi sebenarnya tidak demikian, justru hal tersebut hanyalah persoalan kesiapan/kemampuan melihat dalam perspektif yang lebih luas dan utuh.
Sebagai contoh saja, saat ini beberapa Dosen IAKN Kupang telah menyelesaikan studinya untuk program doktoral dari kampus kampus bergensi di Luar Negeri, tentu hal ini telah menghadirkan mereka dalam
produktivitas keilmuan Program Studi yang bersaing dengan SDM luar negeri. Internasionalisasi tentu bukan hanya persoalan daya saing semata, tetapi haruslah dimaknai dalam keutuhan sebagai daya sanding. Daya saing dan daya sanding adalah dua pertautan yang indah dan kuat.
Daya saing adalah nafas segar dan kekuatan prima untuk siap bersanding yakni berkolaborasi, bersinergi dengan kekuatan kekuatan lainnya yang dengannya kita melangkah bersama menuju kewibawaan dan kesederajatan sebagai Kampus bermartabat. Sama halnya memosisikan keterbukaan dan kemandirian, ruang kemandirian tidak bisa menjawab apapun tanpa hadir dalam ruang keterbukaan, jangan seperti katak dalam tempurung, menjawab kemandirian sebagai ekslusivitas, yang ternyata itu sangat miskin dan semu. Inilah kemiskinan yang sangat tegas perlu dihindari dalam pengelolaan Perguruan Tinggi.
Perguruan Tinggi adalah irama kebermartabatan keilmuan yang memastikan bahwa seluruh ruang tertutup harus dibuka dan terbuka dalam kerangka perbaikan, penyelarasan, pemberdayaan kehidupan untuk menuai generasi emas dalam cipta,karya, dan karsa. Generasi yang inovatif dan tranformatif, yang membawa seluruh warna terpadu indah dalam potret keindonesiaan. Generasi yang menghidupi perbedaan menjadi lautan kepedulian, penghargaan, kasih sayang dan kecintaan. Kemanusiaan adalah ruang menyeluruh dari kemuliaan.
Mengunakan pendekatan Peter L.Berger bahwa generasi menemukan dirinya sebagai realitas sosial yang memperjumpakan dirinya pada ruang internalisasi, eksternalisasi dan objektivasi. Setiap generasi menjawab upaya internalisasi pada kekayaan memroses dirinya sebagai proses berkelanjutan sejak lahir, bertumbuh dan berkembang menjadi anggota masyarakat yang berpikir komprehensif, dewasa dalam sikap dan membentuk kesadaran sosial yang tinggi, yang selanjutnya menjadi proses eksternalisasi yakni mengekspresikan diri sebagai pembuktian hidup di tengah masyarakat.
Wilayah ini sekaligus menjawab kebutuhan individu dan kelompok dalam membangun kapasitas diri
sebagai proses objektivasi, yakni segala aktivitas ditransmisikan dan di-share ke kehidupan bersama sebagai bentuk pembaktian. Ketiga hal tersebut yakni internalisasi, ekternalisaai dan objektivasi adalah dinamika berkelanjutan sebagai 4P, penemuan, penamaan, pembuktian dan pembaktian. Penemuan adalah ruang menggali seluruh potensi diri dalam setiap tanggungjawab dan kerelaan diri mengambil peran apapun sebagai langkah produktif untuk menemukan semua sumber kekayaan kehidupan. Proses penemuan tentu tidak akan pernah berhenti, tetapi sebagai dinamika berkelanjutan yang secara bersama menghadirkan proses Penamaan.
Proses penamaan adalah upaya mengkonfirmasi secara pribadi atau secara internal bahwa potensi yang tergali membentuk kompetensi, dan kompetensi yang terbentuk menegaskan adanya keahlian yang dikuasai, ada nilai jual yang dimiliki, ada batasan yang diukurkan, semua itu menjelaskan bahwa setiap kompetensi itulah yang secara berkesinambungun membentuk karakter yang selanjutnya menamakan setiap generasi sebagai generasi yang berbeda, bisa saja mengidentitasi diri sebagai generasi unggul atau generasi hebat, generasi emas, dll.
Penamaan adalah pertanggungjawaban membentuk kompetensi, bahwa setiap kompetensi harus menjadi ruang pembuktian dan pembaktian. Membuktikan bahwa setiap orang memiliki peran yang dimainkan dalam seluruh kekayaan kompetensinya, setiap peran yang dikerjakannya sekaligus menjadi ruang kehadiran bersama menjawab kebutuhan bersama. Peristiwa tersebut menjadi wujud pembaktian dengan menempatkan dirinya menjadi ruang pembelajaran kolaboratif untuk semua orang. Penamaan adalah kekayaan personal yang dalam setiap kompetensinya menghasilkan dampak bagi kehidupan bersama yang lebih baik. setiap orang tampil dan memberi makna pada laku budayanya, pada giat sosial kemasyarakatannya, pada sosial keagamaannya yang secara menyeluruh bergerak dalam irama panutan, penuntun, pemberdaya dan penyelerasan yang oleh Stephen R. Covey terpadu sebagai dasar penemuan suara suara keagungan dLam diri atau melihat diri dan sesama dalam ruang kemuliaan yang sama. Setiap manusia saling membangun dalam setiap karya hidup sebagai ruang keagungan dan kemuliaan bersama. Tidak ada sakit hati, tidak ada kebencian, tidak ada tipu muslihat tidak saling menghalangi bahkan saling menghentikan satu dengan lainnya.
Setiap kita adalah bagian dari keindahan bersama, jangan melepaskan diri dari keindahan yang telah ditetapkan pada kehendak Allah yang adalah KemuliaanNya. Setiap orang bisa memilih apapun peran dan tanggungjawabnya, namun satu hal yang pasti bahwa semua itu sebagai wujud kehidupan yang saling memuliakan. Setiap kecintaan akan mendatangkan kehidupan yang lebih baik, yang didalamnya terpadu dengan indah semangat, kekuatan, keberanian serta kepercayaan diri yang membentuk kepercayaan kolektif terjadinya perubahan.
Perubahan selalu menjadi bagian dari kehidupan, seringkali diistilahkan bahwa perubahan adalah realitas berkehidupan, yang dengannya setiap orang ada, berkarya dan menjadi apa. Hanya saja perubahan seringkali tidak disadri, meskipun setiap orang sedang ada di dalamnya. Perubahan adalah pertangungjawaban hidup, karena itu sifatnya harus terkendali. Karena itu perubahan harusnya direncanakan, ditetapkan, dikerjakan, dibangun keselarasannya menjadi kebutuhan dan tanggungjawab bersama, perubahan dihadirkan dalam irama menyatukan asa dan rasa membentuk perilaku sosial kemasyarakat yang kuat menjawab kegelisahan,kejenuhan, kebuntuan bahkan kehampaan hidup yang diakibatkan pola rutinitas dan formalitas belaka.
Kehidupan adalah menciptakan perubahan, memandunya, menuntunnya menyelaraskannya dan memberdayakan setiap orang dan kelompok menjadi bagian dari setiap peristiwa, sehingga tantangan dalam berbagai bentuk dan lingkupnya adalah ruang adaptasi, apresiasi dan refleksi. Situasi tersebut sejalan dengan perubahan berkelanjutan, bahwa apapun aspek perubahan yang dikerjakan, selalu didasarkan pada apa yang sudah ada, dievaluasi dan diketahui sisi kelemahan atau keterbatasanya juga sisi kekuatan dan peluang peluang besar yang membutuhkan fokus yang lebih kuat.
Hari ini menyaksikan IAKN Kupang dengan segala keberadaannya, itu artinya sedang merangkai kisah perjalanan panjang membersamai tahap demi tahap perubahan yang dikerjakan. Episode demi episode kepemimpinan menjadi bagian integral yang wajar dan normal sebagai bentuk tanggungjawab bersama. Perubahan kepemimpinan lembaga menuju kepemimpinan transformatif, tentu saja melibatkan dan menghadirkan kesiapan bersama untuk bersikap akomodatif, inovatif, dan kreatif. Hal tersebut menegaskan bahwa perubahan mentalitas selalu mendasari terbangunnya kepemimpinan transformatif.
Kepemimpinan transformatif adalah ruang kolaboratif berkelanjutan. Mengkolaborasikan semua unsur, semua pemikiran, semua pandangan bahkan kebutuhan sehingga mengurai menjadi kebutuhan bersama yang terukur pada tanggungjawab bersama, kecintaan bersama, kepemilikan bersama serta masa depan bersama. Setiap peristiwa kepemimpinan tersebut sesungguhnya proses pembentukan dan penajaman mentalitas, dari bermental eksklusif menjadi inklusif, mentalitas menghalangi menjadi akomodatif, terbuka dan kolaboratif, mentalitas monoton, formalistik menjadi inovatif kreatif, mentalitas provokatif menjadi reflektif, mentalitas dipimpin menjadi memimpin, mentalitas meminta/mengajak menjadi memulai, mentalitas membangkang menjadi menghargai, mentalitas eksploitatif menjadi memberdayakan, mentalitas penakut menjadi berani, mentalitas terburu buru menjadi penuh pertimbangan, dan sangat banyak kegelisahan hidup yang didasarkan pada kelemahan mentalitas yang menyebabkan kehilangan banyak kesempatan, semangat serta potensi untuk menghasilkan kompetensi kompetensi unggul.
Pembentukan mentalitas pada prinsipnya menggali dan menemukan kekayaan kekayaan diri yang terpendam, apapun itu bentuknya, untuk dihidupkan, dikembangkan, diselaraskan dan diberdayakan.
Mari tingkatkan dan kuatkan mental sebab mentalitas adalah dasar penciptaan bagi kekuatan kapasitas yang dengan sendirinya akan membentuk jati diri atau identitas keunggulan tersebut. Setiap karya haruslah bermakna mahakarya, hal itu hanya perlu dimulai dengan kesiapan mental, pembaharuan mentalitas dan kekuatan mentalitas. Shalom.
Editor : Merling Messakh
Administrator: Melki Saekoko